Ratifikasi Statuta Roma Bukan karena Didikte
Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso meyakini cepat atau lambat Indonesia akan meratifikasi Statuta Roma, kesepakatan Internasional yang merupakan dasar pendirian dari Mahkamah Pidana Internasional. Namun ia menekankan proses ratifikasi itu bukan karena didikte negara maju.
"Kalau akhirnya Indonesia meratifikasi Statuta Roma bukan karena bongkokan atas permintaan negara lain, bukan pendiktean negara maju kepada negara yang lebih lemah," ungkapnya saat membuka acara Round Table Discussion yang dilaksanakan BKSAP DPR bekerja sama dengan Parliamentarians for Global Action (PGA).
Ia juga menyampaikan harapan kehadiran Mahkamah Pidana Internasional jangan hanya semata-mata sebagai pedang pengadil yang menebas siapapun penguasa negara berkembang yang dinilai secara sepihak oleh kaca mata barat sebagai pemimpin otoriter, kejam dan anti demokrasi.
Secara khusus ia juga mempertanyakan kepada PGA yang didukung anggota parlemen dari 130 negara di dunia, kenapa tidak berhasil membujuk Amerika Serikat meratifikasi statuta ini. "Kenapa masyarakat internasisional dan para aktivis sampai hari ini gagal dalam meyakinkan negeri adidaya Amerika Serikat untuk mendukung dan bergabung dalam Statuta Roma ini," tandasnya.
Diskusi yang berlangsung di Gedung DPR ini menurutnya menjadi langkah merajut kembali semangat untuk meratifikasi statuta yang sejauh ini telah didukung lebih dari 122 negara di dunia. PGA sebagai pendukung acara adalah organisasi jaringan anggota parlemen yang bekerja bersama untuk mencari solusi bagi masalah-masalah global.
Turut berpartisipasi dalam diskusi Wakil Ketua Komisi III Aziz Syamsudin, Presiden PGA Ross Robertson yang juga anggota parlemen dari Selandia Baru, Board Member of PGA Mark Pritchard sekaligus anggota parlemen dari Inggeris, pejabat Kemenkumham, LSM dan Komnas HAM. (iky)/foto:iwan armanias/parle.